Rabu, 30 Juli 2008

Review 270708



REVIEW BINCANG WIRAUSAHA
27 Juli 2008 (19.00 – 20.00 WIB)
I radio - 88.7 FM

Praktisi : Dodi (Jus Q-ta)
Akademisi : Dias dan Primadi
Penyiar : Mike
Tema : Location Decision
Reviewer : Kiky

Jus Q-ta

Jus Q-ta dibuat dengan konsep healthy drink dengan buah-buah murni berkualitas. Target segmennya berasal dari berbagai usia. Jus Q-ta yang berkantor pusat di Condong Catur, telah mendirikan 11 outlet selama setahun. Outlet pun masih berupa gerobak sehingga tidak menyediakan tempat untuk dikonsumsi di outlet. Pemilihan lokasi yang dibuat sebanyak mungkin dengan tujuan supaya terkenal dan ada dimana-mana. Outlet ditempatkan di beberapa lokasi strategis dengan menyewa di depan ruko dan di depan rumah. Uang sewa di depan rumah bisa sekitar 150-200 ribu dan di depan ruko bisa mencapai sekitar 1 juta rupiah, dan biaya ini sudah termasuk biaya listrik. Pemilihan lokasi Jus-Qta sendiri dengan pertimbangan tempat yang strategis dan ramai seperti misalnya perumahan, tempat orang lalu lalang, ataupun kampus. Bagi Jus-Qta, survey tempat perlu dilakukan dan bisa sampai beberapa bulan untuk bisa mendapatkan lokasi yang tepat.

Pemilihan tempat yang strategis tentunya memberikan beberapa keuntungan. Misalnya, dengan adanya efek mengantri di tempat-tempat yang ramai dapat menarik minat pembeli yang lain dan menambah peluang untuk bisa dikunjungi lebih banyak orang. Location decision bisa ditinjau beberapa hal. Pertama, lokasi ditentukan dengan melihat kedekatan dengan konsumen, sehingga memberikan kemudahan untuk menjangkaunya dan bisa memberikan kenyamanan bagi konsumen. Kedua, pemilihan lokasi dilihat dengan pertimbangan faktor biaya, misalnya biaya sewa, tenaga kerja dan bahan baku. Ketiga, khusus bahan baku, dapat dilihat juga bagaimana kedekatannya dengan supplier, sehingga dapat meminimalisasi biaya. Ketersediaan bahan baku Jus Q-ta pun tidak dipengaruhi oleh musim, sehingga selalu available setiap saat. Terakhir, Pertimbangan lokasi juga bisa dilihat dari kompetitor disekitarnya. (ky)

Selasa, 22 Juli 2008

Bincang Wira Usaha 200708



REVIEW BINCANG WIRAUSAHA
20 Juli 2008 (19.00 – 20.00 WIB)
I radio - 88.7 FM

Praktisi : -
Akademisi : Lusi, Mera dan Sigit (batch 47)
Penyiar : Panji Taruno
Tema : Strategi Layout
Reviewer : Kiky (batch 48)

Swalayan Kopma UGM

KOPMA UGM memiliki perluasan unit usaha dengan membuka swalayan, wartel, dan bahkan cafe yang sering digunakan sebagai tempat nonton bareng dan acara musik. Swalayan KOPMA UGM terletak Jl. Kaliurang, tepatnya di depan Perpustakaan lama UGM. Swalayan KOPMA UGM ini menawarkan berbagai macam kebutuhan mahasiswa mulai dari alat tulis dan buku, keperluan sehari-hari (consumer goods) dan beberapa jenis merchandise yang bertuliskan UGM. Strategi dari diferensiasi produk yang dijual di Swalayan KOPMA UGM menjadikannya berbeda dari KOPMA lain. Strategi ini juga dapat memperluas jangkauan konsumen yang akan diraih, karena selain menjual ATK dan merchandise UGM, juga menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, Swalayan KOPMA UGM tidak dikhususkan untuk mahasiswa UGM tetapi juga untuk umum. Swalayan KOPMA UGM sendiri belum berencana untuk membuka cabang. Swalayan KOPMA UGM ini merencanakan untuk memperluas space yang ada untuk menambah semakin banyak barang yang ditawarkan dan memberi kenyamana dalam berbelanja.

Layout merupakan tata letak semua fasilitas produksi yang ada di perusahaan dan hal ini mengikuti karakteristik produk. Keputusan layout ini merupakan keputusan efisiensi dengan adanya pertimbangan atas biaya yang berhubungan dengan kebijakan jangka menengah atau jangka panjang. Adanya konsep minimalis dalam arti bagaimana menataletakkan fasilitas produksi dengan semaksimal mungkin dan membantu terwujudanya competitive advantage perusahaan (cost leadership, differentiation dan quick response). Citra apa yang akan ditampilkan perusahaan kepada konsumennya juga menjadi bagian dari keputusan layout.

Swalayan KOPMA UGM sendiri dari segi layout yang berbentuk L, bisa dikatakan belum tepat dan efektif. Dengan layout seperti ini membuat banyak barang di belakang, seperti kebutuhan sehari-hari terhalang oleh barang-barang yang didepan seperti ATK dan merchandise UGM. Swalayan KOPMA UGM pun masih mengedepankan merchandise dan ATK sebagai prioritas produk yang ditawarkan sehingga meletakkannya pada bagian depan, yang bisa langsung terlihat ketika berada di pintu masuk. Sedangkan barang kebutuhan sehari-hari terletak di belakang, yang membuat konsumen harus berjalan ke bagian belakan swalayan. Hal ini bisa membuat konsumen malas untuk menjangkaunya, padahal ada kemungkinan yang disasar konsumen adalah kebutuhan sehari-hari. Namun dari segi pengelompokan barang untuk memudahkan konsumen mengetahui dengan cepat dimana barang yang akan dibeli sudah bagus. Flow masuk dan keluar konsumen juga sudah dibuat sebaik mungkin. Swalayan KOPMA UGM memberikan kenyamanan bagi pelanggannya untuk berbelanja dengan meberikan rak dengan 50-100 cm, yang memudahkan konsumen mengambil barang tanpa harus mengantri.

Berbicara tentang layout ada 5 hal yang perlu diperhatikan :
1. Perlu untuk memaksimalkan pemakaian ruang sehingga tidak ada ruang yang tidak terpakai (no idle space). Dengan kata lain perlu meningkatkan utilisasi space dan hal ini berhubungan dengan efisiensi.
2. Mendukung kemudahan aliran informasi baik material maupun orang-orangnya.
3. Kondisi ruang dan letak yang bisa memberi kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen.
4. Flexibilitas ruang dan working of flow.
5. Memberi kemudahan untuk berinteraksi dengan konsumen.

Cara mendesain layout dari suatu usaha, seperti retail antara lain :
1. Barang yang memiliki potensi tinggi untuk dijual perlu ditonjolkan didepan, mudah dilihat dan dijangkau. Strategi retail adalah semakin banyak produk yang bisa diakses oleh mata konsumen maka semakin tinggi probabilitas orang untuk tertarik dan membeli, terutama jika karakteristik konsumen yang impulse buying. Sehingga pihak retailer perlu memiliki kemampuan untuk memajang produk sebanyak mungkin.
2. Adanya pengelompokan barang untuk menjaga kualitas dari produk yang dijual. Hal ini menjamin kenyamanan dan kemudahan konsumen dalam mencari barang yang akan dibeli. Efisiensi waktu bisa dengan mendekatkan satu dengan yang lain sehingga memungkinkan aliran informasi yang cepat dan meminimalkan cost.
3. Segmen menentukan lay out, sehingga lebih fokus pada target marketnya.
4. Lay out juga mempertimbangkan estetika.
5. Bagi retailer, gudang adalah produk-produk yang dipajang. Karena penumpukan barang yang berlebihan akan menambah biaya maintenance. Peletakan gudang pun perlu strategis sehingga mudah diakses dan konsumen tidak perlu lama menunggu atas barang yang diperlukannya.
6. Flexibilitas kenyamaan dari karyawan dan konsumen.
7. Kelebihan space seperti yang dimiliki oleh Swalayan KOPMA UGM dimanfaatkan untuk menyewakannya kepada pihak lain.

Ketika mendirikan usaha sudah sepatutnya untuk mempertimbangkan lokasi yang dipilih, misalnya dengan memilih lokasi yang strategis. Pihak pengusaha perlu smart dalam memanfaatkan space yang ada dan memaksimalkan utilisasi space yang ada. Pihak retailer misalnya, perlu smart memaksimalkan ruang, gudang, penataan tempat, dan mendukung akses bagi kecepatan aliran informasi, sehingga bisa meminimalkan cost dan memaksimalkan keuntungan dengan memanfaatkan space yang ada. (ky)

Senin, 14 Juli 2008

Review 130708


REVIEW BINCANG WIRAUSAHA
13 Juli 2008 (19.00 – 20.00 WIB)
I radio - 88.7 FM

Praktisi : Hendra (Brand : Jopa Japu; 081.227.018.163)
Akademisi : Doktrin (batch 46), Krisna (batch 48)
Penyiar : Panji
Suvenir untuk : Galih dan Budi
Reviewer : Kiky (batch 48)

Jopa Japu

Jopa Japu bergerak di bidang handicraft dan seni dalam bentuk miniatur kehidupan, yang secara spesifik berupa miniatur aktivitas yang menggambarkan keseharian masyarakat tradisional Jawa, misalnya petani, pengayuh becak, dsb. Berdiri pada 1 Oktober 2002 dengan lokasi outlet adalah di Jl. Wijilan (depan Gudeg Yu Djum). Ilham atau inspirasi pendirian Jopa Japu adalah berasal dari keprihatinan atas kondisi generasi muda saat ini yang mulai merasa asing dengan budaya-budaya Jawa, sehingga Jopa Japu ingin melestarikannya dalam betuk miniatur kegiatan tradisional masyarakat Jawa (petani, mendorong gerobak, dsb).

Media yang digunakan adalah kayu. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan gergaji. Ada pula yang kemudian dikombinasikan dengan tanah liat (misalnya untuk membuat patung). Cara pembuatannya secara umum adalah dengan menggergaji pola dari bagian-bagian tertentu (misalnya pola tangan, kaki, kepala, dsb), kemudian dirapikan dengan menggunakan cutter, setelah itu diwarnai dengan menggunakan cat dan akhirnya bagian-bagian tersebut disatukan dengan lem. Setelah seluruh bagian disatukan dilakukan penyusunan tema, ingin dibuat seperti apa. Seni yang dipakai adalah seni liping, yang merupakan plesetan dari bahasa Inggris (living) yang berarti kehidupan.

Latar belakang dari personil Jopa Japu justru tidak memiliki pendidikan seni. Mereka belajar secara otodidak. Jopa Japu sendiri terdiri dari 7 orang dan modalnya merupakan gabungan dari ketujuh orang ini dan secara bergantian.

Peluang bisnis dari Jopa Japu adalah merupakan UKM yang tidak menggunakan modal besar untuk memulainya dan ide awalnya muncul dari sebuah kreativitas. Market dari seni liping ini adalah niche market atau dengan kata lain segmentasi yang sangat khusus. Target yang dituju adalah high class, pecinta travelling misalnya ke Jogja, yang merupakan pusat seni dan kerajinan. Pelanggan Jopa Japu adalah turis dalam dan luar negeri, seniman, orang yang ingin memajang sesuatu yang unik di kantornya,dsb. Barang yang diproduksi sangat customized dengan ide bisa dari customer untuk membuat seperti apa atau juga dari Jopa Japu, sehingga ide itu mengalir terus. Dengan demikian product life cycle–nya bisa dikatakan sangat tinggi. Kelebihan dari Jopa Japu sendiri adalah konsumen bisa memesan dengan permintaan agar tidak direproduksi lagi untuk konsumen lain. Produksi Jopa Japu sendiri sekitar 2000 miniatur per bulan. Buyer tetap dengan skala permintaan yang tinggi tidak ada (belum bisa melayani) karena pengerjaannya yang handmade dengan jumlah personil yang terbatas.

Strategi lokasi dari Jopa Japu yang terletak di Jl. Wijilan bisa dikatakan tepat untuk bisa menjangkau segmen yang dituju. Outlet dengan luas bangunan 3x3 meter ini bisa dikatakan memenuhi lokasi strategis yang terletak di tengah kota. Umumnya turis pasti berkunjung ke daerah tengah kota. Turis yang datang ke Jogja biasanya berwisata kuliner untuk mencari makanan khas Jogja, misalnya gudeg. Pusat gudeg berada di daerah Wijilan. Lokasi Jopa Japu sendiri terletak di depan penjual gudeg terkenal (Yu Djum) yang menjadi referensi orang ketika ingin makan gudeg. Outlet Jopa Japu yang berwarna kuning (warna yang kontras dibanding sekitarnya) dapat menarik perhatian pengunjung untuk setidaknya berkunjung dan mengetahui apa sebenarnya Jopa Japu, ketika rasa tertarik sudah muncul maka bisa membangkitkan keinginan untuk memesan miniatur kehidupan di Jopa Japu. Jopa Japu sendiri hanya mendirikan satu outlet untuk sementara ini dan tidak menutup kemungkinan untuk membuka cabang di daerah lain yang dianggap cocok dan tepat untuk target segmennya.

Berbicara tentang marketing tidak lepas dari STP (Segmenting, Targeting dan Positioning). Penentuan segmen yang jelas akan membantu untuk diterimanya sebuah produk. Segmen untuk Jopa Japu adalah untuk turis diluar wilayah Jogja secara geografis, kalangan menengah atas dengan usia tertentu secara demografis, dan dengan lifestyle pecinta seni secara psikografis. Karena sifatnya adalah barang seni yang bernilai tinggi maka produk Jopa Japu sendiri cocok untuk segmen menengah atas yang secara ekonomi sudah mapan. Proses segmenting ini akan tepat jika dilakukan marketing research dan terus dilakukan secara berkala untuk mengantisispasi apabila ada perubahan selera pasar.

Sifat yang unik dengan niche market dari Jopa Japu, bisa dikatakan Jopa Japu tidak memiliki pesaing. Namun yang perlu disadari adalah seni ini bersifat substitusi dengan seni pahat atau seni ukir, sehingga bisa membuat konsumen membandingkan satu dengan yang lain. Apabila tidak ditunjang dengan marketing yang baik dan tepat bisa membuat Jopa Japu ini kalah saing dengan seni lainnya yang bersifat substitusi. Peniruan atas produk Jopa Japu pernah terjadi tetapi dari segi kualitas dengan feel dari produk tiruan tersebut jauh berbeda dengan produk Jopa Japu. Dipicu oleh hal ini, maka kedepannya Jopa Japu akan memproteksi produknya dengan menggunakan hak paten. Peniruan produk ini bisa dikatakan sebagai kompetitor dengan bermunculannya follower dan membuat produk Jopa Japu bisa berkembang. Konsumen akan membandingkan mana yang lebih berkualitas. Sehingga sebenarnya Jopa Japu tidak perlu khawatir akan penetapan harga yang dilakukan. Pricing strategy sebenarnya terbentuk oleh adanya Supply and Demand dan harga umumnya berbanding lurus dengan kualitas. Dan karena produknya adalah barang yang benilai seni yang ditujukan kepada kalangan menengah atas yang umumnya tidak price sensitive.

Hasil produksi yang bisa dianggap istimewa atau “wah” dari Jopa Japu adalah miniatur wayang kulit dan catur. Keduanya sudah mempunyai prestasi yaitu untuk miniatur catur mendapat Juara I Handicraft Nasional (2005) dan miniatur wayang mendapat juara yang sama pada tahun 2006. Rencana ke depan adalah untuk mendapatkan Rekor MURI berupa miniatur Malioboro (pada saat 1900-1930) dan terobosan produk yang akan diproduksi dalam waktu dekat adalah membuat miniatur Borobudur dengan ukuran besar. (ky)