Kamis, 28 Agustus 2008

Review


Praktisi :
• Surahyo, B. Eng., M. Eng. Sc. (MM UGM)
• Nanang Ismuhartono (Pembicara LKY)

Penyelenggara:
• Smart Corner Club
• E-Bizz Club


“Price War in Telecommunication Industry:
Is it Good or Trap for Consumer?”

Berbicara mengenai tarif telepon seluler di Indonesia, menurut penelitian lembaga survey, Pyramid, mencatat Indonesia sebagai negara yang paling mahal tarif percakapan teleponnya yakni Rp. 1200 per menitnya. Namun karena telepon seluler saat ini memang sudah bukan lagi menjadi barang mewah, operator seluler semakin sibuk mengobral produk dengan tawaran tarif yang menarik guna merebut segmen konsumen di kelas menengah ke bawah. Tarif yang murah dalam menggunakan jasa telekomunikasi baik internet maupun telepon seluler GSM dan juga CDMA tentunya merupakan harapan yang sangat dinantikan konsumen sejak lama. Berdasar riset tersebut konsumen harus pandai dalam menyiasati penggunaan telepon selulernya.

Seperti yang kita tahu bahwa semakin maraknya persaingan industri telekomunikasi di Indonesia. Berbagai jenis provider berlomba-lomba merebut segmen pasar dengan memberi penawaran yang paling efisien bagi konsumen dengan melakukan low-cost strategy. Hal ini bisa memicu perang tarif (price war) antar operator. Tanpa pemerintah membuat peraturan untuk menurunkan tarif, perang tarif antar operator ini sudah terjadi. Persaingan tarif seluler di Indonesia memang sudah semakin panas. Ketika operator yang satu menurunkan tarif, beberapa saat kemudian (dalam hitungan hari) operator lainnya mengikuti dengan memberikan tarif yang lebih rendah lagi. Hal seperti ini bisa membingungkan konsumen. Disatu sisi konsumen diuntungkan, namun disisi lain menjadi bingung mengikuti perubahan tarif yang cepat, apalagi setiap tarif yang diberikan masih ada syarat perbedaan waktu bahkan perbedaan daerah. Sebagai konsumen sebaiknya harus cerdas dan kritis dalam menyingkapi fenomena ini serta memilih produk yang menguntungkan konsumen. Konsumen juga dihimbau agar lebih jeli melihat detil tarif yang ditawarkan. Termasuk syarat-syarat perhitungan tarif dari menit ke berapa yang berlaku. Konsumen harus teliti dan waspada. Namun, tentunya kekritisan konsumen ini juga didukung oleh kebijakan negara yang pro ekonomi rakyat yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa yang cukup baik. (Tee)

Selasa, 12 Agustus 2008

Review 100808



REVIEW BINCANG WIRAUSAHA
10 Agustus 2008 (19.00 – 20.00 WIB)
I radio - 88.7 FM

Praktisi : Bambang Handoko (Owner) dan Anton Budiono (GM)
Akademisi : Sigit (Batch 47) dan Krisna (Batch 48)
Penyiar : Panji
Tema : Competition
Reviewer : Tee

Indo Bakery

Indo Bakery adalah perusahaan roti yang udah berdiri sejak 26 tahun yang lalu. Indo Bakery terletak di Jln. Tinosidin, Kasihan, Bantul. Dan baru aja Grand Opening di Jln Godean, Yogyakarta, tepatnya di depan warung makan Mang Engking. Indo Bakery telah memiliki 50 buah outlet, 15 outlet di Yogyakarta sedangkan 35 outlet lainnya di luar kota. Awal mula perusahaan ini berdiri, belum ada pesaing hingga 10 tahun kemudian pesaing mulai muncul dan pelanggan dirasa berkurang. Sehingga, Indo Bakery harus memiliki strategi dalam menghadapi pesaing. Mengingat saat itu Indo Bakery berada pada posisi stagnan (bertahan). Strategi yang dilakukan Indo Bakery adalah bagaimana perusahaan bisa mencari celah seperti langkah utk melakukan promosi yang unik seperti pemberian voucher secara cuma-cuma. Setiap pelanggan yang membawa voucher langsung bisa mendapatkan roti. Selain itu, Indo Bakery juga telah memiliki keunggulan dibanding pesaing lainnya. Yaitu, resep yang bisa di ‘bandrek’ menjadi lebih enak dan rotinya yang pulen. Seperti menu andalan di Indo Bakery ini adalah roti pisang dan roti sobek yang rotinya puleen banget. Namun, ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menjalani suatu strategi perusahaan yaitu menjaga hubungan baik dengan konsumen dan supplier.
Dalam menjalankan suatu usaha selalu ada yang namanya pasang surut penjualan. Karena itu, perusahaan harus memiliki strategi bersaing yang baik dengan pandai-pandai dalam melihat pasar. Ada lima hal dalam competitive forces (M. Porter) yang perlu diperhatikan dalam menghadapi suatu persaingan yaitu:
1.Persaingan segmen, yaitu seberapa banyak usaha yang membidik segmen pasar yang sama
2.Adanya ancaman dari pemain baru. Adalah bagaimana kita mampu melihat performa, kualitas serta harga yang mereka tawarkan.
3.Keberadaan produk substitusi
4.Bargaining power dari konsumen. Saat ini konsumen semakin canggih dan pintar dalam melakukan tawar-menawar harga.
5.Bargaining power dari supplier. Hal ini berkaitan dengan kenaikan harga dan performa kita dimata suplier. Semakin baik kita menjalani hubungan semakin mudah dalam melakukan kesepakatan dengan supplier

Sehingga, yang dapat disimpulkan sesungguhnya adalah bahwa yang paling utama bagi suatu perusahaan agar mampu bersaing dengan perusahaan lainnya adalah bagaimana perusahaan itu sendiri menciptakan keunggulan dibanding pesaing baru lainnya.(Tee)

Review 030808



REVIEW BINCANG WIRAUSAHA
3 Agustus 2008 (19.00 – 20.00 WIB)
I radio - 88.7 FM

Praktisi : Yoyo (SS)
Akademisi : Dimas dan Niko
Penyiar : Mike
Tema : Brand Loyalty
Reviewer : Tee

Special Sambal (SS)

Lagi pengen makan pedas di Jogja? Yang pertama muncul dibenak kita ga lain ga bukan pasti warung SS alias Spesial Sambal (dibaca: sambel). Awal munculnya SS ini karna susahnya nyari sambel yang ‘bener-bener’ pedas di Jogja. Untuk memunculkan benak di konsumen bahwa ‘akhirnya’ ada sambal pedas di Jogja muncul konsep baru dari sebuah warung makan dengan nama “Spesial Sambal”. Tidak ada misi khusus dari pemilihan nama ini, hanya konsep sederhana bahwa dengan brand SS (Spesial Sambal) yang mempunyai tagline “pedas abiiss” adalah sesuai dengan produk yang ditawarkan dan pemilihan nama yang sederhana ini agar mudah diingat konsumen. Saat ini SS mempunyai 32 outlet dan menjadi trendsetter mengingat mulai banyak warung ‘sejenis’ yang mulai bertebaran di Jogja. karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga suatu brand; pertama, konsisten akan rasa dan produk. Kedua, pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan mempertimbangkan keluhan konsumen sekecil apapun. Ketiga, penguatan pada brand tersebut yaitu bisa berupa sentuhan kreatif misalnya poster dengan tulisan unik atau pemilihan nama-nama unik pada menu.
Sebuah filosofi yang menyatakan bahwa ketika memulai suatu bisnis yang perlu diperhatikan adalah apa yang dirasakan konsumen bukan apa yang dirasakan perusahaan. Filosofi ini mendasari SS dalam melakukan branding berbasis konsumen. Dengan memberikan pelayanan terbaik pada konsumen, SS telah mampu mencapai brand recognition dan brand awardness. Inovasi juga penting dilakukan mengingat semakin banyaknya pesaing serta permintaan konsumen. Tiga hal penting ketika memulai suatu usaha adalah pemilihan brand (nama) pada usaha kita harus sesuai dengan produk yang ditawarkan. Kedua, point of different yaitu bahwa usaha kita harus berbeda dengan yang lain. Ketiga, sesuai dengan konsep awal usaha kita. (Tee)